Datafikasi sebagai Perkembangan Baru di Dunia Humaniora Digital

Dr. Matti Pohjonen dari University of Helsinki, Finlandia Memaparkan Materi
Dr. Matti Pohjonen dari University of Helsinki, Finlandia Memaparkan Materi

Dalam rangka mengembangkan ranah humaniora digital dan memahami lebih jauh mengenai dampak datafikasi dalam bidang kebudayaan, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) mengundang seorang peneliti dan associate professor di bidang humaniora digital, Dr. Matti Pohjonen dari University of Helsinki, Finlandia beberapa waktu lalu. Dr. Pohjonen diundang untuk memberikan kuliah tamu kepada para dosen FIB UB mengenai pengalaman dan keahlian di bidangnya.

Acara dimulai dengan sambutan dari Dekan FIB, Hamamah, Ph.D., yang menyampaikan kegembiraannya atas kehadiran Dr. Pohjonen di tengah-tengah kesibukannya ke FIB UB.

“Kami ucapkan selamat datang dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan meluangkan waktu untuk hadir di tengah jadwal Anda yang begitu padat,” kata Hamamah, Ph.D.

Hamamah menambahkan, Dr. Matti datang dengan membawa pengetahuan dan keahliannya, khususnya di bidang datafikasi sebagai teori dan metode, yang begitu menarik untuk kita pelajari.

“Kuliah tamu ini akan memberikan kita kesempatan langka untuk memahami bagaimana data dapat mempengaruhi pemahaman kita terhadap dunia, yang tentunya dapat melintasi batas-batas disiplin ilmu,” imbuhnya.

Dr. Matti Pohjonen dan Moderator saat Sesi Diskusi
Dr. Matti Pohjonen dan Moderator saat Sesi Diskusi

Tidak lama setelahnya, Scarlettina Vidyayani Eka, S.S, M. Hum., dosen Program Studi Sastra Inggris FIB sekaligus moderator kuliah tamu, turut menyoroti pentingnya kuliah tamu ini dalam membuka jalan bagi perkembangan baru di dunia humaniora digital di FIB UB. Ia menegaskan bahwa latar belakang Dr. Pohjonen di bidang teknologi digital, data science, dan filsafat menjadi landasan yang kuat dalam diskusi mengenai datafikasi sebagai teori dan metode.

Dr. Pohjonen dalam presentasinya yang berjudul “Datafikasi sebagai Teori dan Metode: Tantangan Saat Ini dan Masa Depan dalam Konteks Global dan Komparatif”, memperkenalkan kompleksitas datafikasi dan implikasinya terhadap berbagai bidang penelitian. Ia pun turut membahas tantangan ganda yang dihadapi dalam datafikasi serta cara menavigasi perubahan yang terjadi dalam humaniora digital.

Kuliah tamu menjadi lebih interaktif ketika para peserta, termasuk Syariful Muttaqin, Ph.D., Ketua Program Studi Magister Ilmu Linguistik, menyampaikan pertanyaan yang menarik mengenai integrasi kecerdasan buatan (AI) dan datafikasi dalam penelitian linguistik.

“Tahun lalu, program studi kami diakreditasi oleh AQAS dan mereka menyarankan untuk mengintegrasikan lebih banyak linguistik komputasional, meningkatkan penggunaan teknologi dalam analisis linguistik kami. Bagaimana kami dapat mengintegrasikan lebih banyak datafikasi dan kecerdasan buatan (AI) dalam studi kami? Apakah Anda memiliki saran mengenai perangkat lunak yang bisa kami gunakan?” tanyanya.

Foto Bersama
Foto Bersama

Menanggapi pertanyaan Syariful Muttaqin, Ph.D., Dr. Pohjonen menekankan kompleksitas penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam konteks bahasa yang belum sepenuhnya dikembangkan.

“Salah satu hal yang saya garisbawahi dalam kuliah-kuliah saya adalah bahwa banyak solusi yang ditawarkan justru menjadi masalah ketika Anda berurusan dengan bahasa yang belum sepenuhnya dipahami oleh kecerdasan buatan tersebut,” ungkap Dr. Pohjonen.

“Terkait pertanyaan Anda, ada ratusan perangkat lunak, beberapa sangat mahal, beberapa gratis. Tetapi sangat sulit mengatakan mana yang cocok untuk setiap bahasa. Maka, yang kami lakukan adalah kami bekerja dengan ilmuwan komputer, dan ini tidak sulit. Jika Anda yang memiliki pengetahuan teoritis berkolaborasi dengan mereka yang memiliki pengetahuan teknis, saya rasa itulah yang terbaik untuk situasi Anda,” tambahnya.

Diskusi bersama Dr. Pohjonen memberikan pemahaman baru mengenai potensi transformatif datafikasi dan humaniora digital dalam dunia akademik. Kuliah tamu ini tidak hanya menjadi kesempatan untuk memperluas pengetahuan, tetapi juga membuka pintu bagi kolaborasi dan penelitian inovatif di masa depan. [acl/dts/OKY/Humas UB]