Dari Peksiminas di Jakarta, Keroncong dan Dangdut Bawa Pulang Medali

Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) XVII yang digelar di Universitas Negeri Jakarta menjadi momen bersejarah bagi Universitas Brawijaya (UB). Perhelatan yang dilaksanakan selama lima hari (2-7/9/2024) menjadikan momen dua mahasiswa UB berhasil unjuk gigi dan  mengharumkan nama kampus dengan prestasi gemilang di bidang seni musik tradisional.

Muhammad Rafy Wibawanto
Muhammad Rafy Wibawanto

Muhammad Rafy Wibawanto, mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) angkatan 2021, meraih medali emas tangkai lomba nyanyi keroncong putra, sedangkan M. Fauzan Elva Said, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) angkatan 2021, membawa pulang medali perunggu pada tangkai lomba nyanyi dangdut putra.

Rafy berhasil menyabet medali emas setelah membawakan dua lagu keroncong dengan penuh penghayatan. Lagu wajib yang ia nyanyikan, Sepercik Nyala Api karya Budiman BJ, dan lagu pilihan Janjiku karya Subarjo HS, menonjolkan teknik vokal serta interpretasi yang kuat.

“Rasanya senang dan bangga banget. Dari awal saya tidak memasang target yang muluk-muluk, hanya fokus menampilkan yang terbaik. Alhamdulillah hasilnya sesuai dengan usaha,” ujar Rafy dengan penuh rasa syukur.

Rafy, yang telah menyukai keroncong sejak kecil berkat pengaruh sang nenek, mempersiapkan diri dengan latihan intensif. “Membawakan lagu keroncong butuh ketenangan dan teknik pernapasan yang matang. Itu yang saya asah setiap hari,” jelasnya. Dukungan kampus dan pelatih, seperti Bu Enny Sugito dari grup Keroncong Lembah Tumpang, juga menjadi kunci keberhasilannya.

Sementara itu, Fauzan berhasil meraih medali perunggu dengan membawakan lagu Gembala Cinta dan Titip Cintaku. Baginya, dangdut adalah cara untuk menyalurkan minat dan bakat sekaligus melestarikan musik asli Indonesia.

“Alhamdulillah sangat senang bisa meraih juara 3. Saya fokus pada persiapan, seperti latihan vokal rutin dan menjaga kesehatan. Itu sangat membantu saya tampil maksimal,” ujar Fauzan.

M. Fauzan Elva SaidFauzan juga mengaku terinspirasi oleh Lesti, penyanyi dangdut muda yang karirnya dimulai dari kompetisi Dangdut Academy. “Lesti adalah sosok yang membuat saya jatuh cinta pada dangdut. Dari situlah saya mulai belajar menyanyi dangdut dan terus mengasah bakat,” tambahnya.

Baik Rafy maupun Fauzan sama-sama sepakat bahwa momen di Peksiminas bukan hanya tentang kemenangan, tetapi juga pengalaman berharga. “Yang paling berkesan adalah rasa kekeluargaan di antara peserta dari Jawa Timur. Kami saling mendukung, membantu, bahkan memberi semangat di setiap kesempatan,” ungkap Rafy. Fauzan pun merasakan hal yang serupa.

“Teman-teman kontingen Jatim seperti keluarga. Mereka selalu membantu saya, dari make-up hingga mempersiapkan kostum. Momen ini tidak akan terlupakan,” katanya.

Keduanya juga memuji para kompetitor dari provinsi lain yang tampil dengan sangat apik. “Setiap peserta punya karakteristik unik sesuai daerah asalnya. Ini menunjukkan bahwa musik tradisional Indonesia sangat kaya dan beragam,” kata Fauzan.

Keberhasilan ini tidak lepas dari dukungan penuh Universitas Brawijaya. Mulai dari pelatih, kostum, transportasi, hingga fasilitas lainnya disediakan untuk memastikan persiapan maksimal. “UB memberikan dukungan luar biasa. Saya sangat berterima kasih atas semua ini,” ujar Fauzan.

Sebagai generasi muda, Rafy dan Fauzan berharap musik tradisional seperti keroncong dan dangdut tetap eksis di tengah arus modernisasi. “Musik tradisional adalah identitas kita. Generasi muda harus terus melestarikan ini agar tidak hilang,” kata Rafy. Fauzan menambahkan, “Dangdut adalah musik asli tanah air. Saya yakin, meski sekarang banyak genre modern, dangdut tetap akan menjadi kebanggaan bangsa.”

Rafy dan Fauzan mengajak mahasiswa lain untuk tidak ragu mengejar mimpi di bidang seni. “Jangan takut gagal. Terus berlatih dan berproses untuk menjadi lebih baik,” pesan Rafy. Fauzan menutup, “Cintai musik tradisional kita. Teruslah belajar, karena seni adalah bagian penting dari budaya yang harus kita jaga.”

Prestasi ini tidak hanya membawa kebanggaan bagi Universitas Brawijaya, tetapi juga menjadi bukti bahwa seni tradisional Indonesia tetap relevan dan layak dibanggakan di tingkat nasional. (dea/VQ)