Subdirektorat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya (SLD UB) menyelenggarakan pelatihan terkait layanan terhadap penyandang disabilitas mental, psikososial, dan intelektual, Minggu (21/7/2024). Selama sehari, pelatihan ini berfokus pada tiga ragam disabilitas.
Peserta pelatihan terdiri dari pengurus SLD UB dan Subdirektorat Pengembangan Pendidikan Inklusi (SP2I) yang berada di bawah naungan Direktorat Inovasi dan Pengembangan Pendidikan Universitas Brawijaya. Meskipun berbeda kelembagaan, dua subdirektorat ini memiliki dua tujuan yang sama untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanan disabilitas di UB.
Dengan menghadirkan Ulifa Rahma., S.Psi., M.Psi, Kasubdit Konseling, Pencegahan Kekerasan Seksual dan Perundungan Universitas Brawijaya dan dua perwakilan mahasiswa difabel mental, psikososial, dan intelektual, pelatihan berlangsung dari pagi hingga sore hari. Ketiganya memberikan penjelasan menyeluruh terkait konsep, prinsip, dan pengalaman akademik mahasiswa penyandang disabilitas.
“Kegiatan ini berasal dari pertimbangan untuk memperbaiki kualitas layanan pada penyandang disabilitas mental, psikososial, dan intelektual di UB,” jelas Zubaidah Ningsih AS, Ph.D., direktur SLD UB.
Di kesempatan yang sama, koordinator layanan di SLD UB, Sinta Swastikawara, menjelaskan bahwa tindak lanjut dari pelatihan ini adalah penyusunan buku saku layanan disabilitas yang spesifik pada disabilitas mental, psikososial, dan intelektual.
“Karena memang sebelum-sebelumnya isu disabilitas mental ini kurang tersentuh dengan menyeluruh, untuk itu pelatihan ini diselenggarakan,” ucap Sinta.
Pendalaman Konsep, Ragam, dan Pengalaman
Selama dua sesi, Ulifa Rahma menjelaskan terkait konsep dan ragam disabilitas mental, psikososial, dan intelektual. Ia banyak mengeksplorasi turunan ragam dari masing-masing disabilitas tersebut dan memberikan contoh-contohnya. Sesekali, peserta pelatihan memberikan respons langsung baik pertanyaan atau pengalaman terkait di bidang akademik selama ini.
Ia juga menekankan bahwa kondisi-kondisi disabilitas di berbagai ragam yang ia jelaskan cenderung kadang komorbid dengan kondisi disabilitas lain.
“Dan perlu kita ketahui bahwa dalam berbagai ragam ini, kadang bahkan sering kondisi tersebut komorbid dengan kondisi disabilitas lain,” ucap Ulifa.
Ulifa juga memperjelas kembali bahwa, selama ini, meskipun tidak terdata dengan jelas dalam database layanan disabilitas, sivitas akademika dengan disabilitas mental, psikososial, dan mental di Universitas Brawijaya tersebar di berbagai fakultas dan lini.
“Memang mungkin belum terdata dengan baik. Dan ke depannya bisa kita rapikan kembali sehingga dosen, terutama, bisa mengetahui keberadaan dan apa yang bisa mereka lakukan dalam proses belajar-mengajar,” jelas Ulifa.
Hal tersebut ditanggapi oleh pengurus SLD UB agar integrasi database dapat disegerakan sebelum semester dimulai, bersamaan dengan distribusi buku saku layanan yang akan segera dibuat.
Di sesi selanjutnya, sharing pengalaman akademik mahasiswa difabel mental bersama peserta pelatihan dipandu oleh Sinta Swastikawara yang disajikan dalam bentuk tanya jawab. Dengan demikian, peserta juga dapat mengajukan pertanyaan terkait dengan tujuan untuk bisa menyusun buku panduan dengan baik. [mahali/sitirahma]