Budidaya Maggot untuk Atasi Pencemaran Lingkungan Sekaligus Menekan Biaya Pakan Ternak Sapi

larva maggot

Maggot Black Soldier Fly (BSF) merupakan larva dari jenis lalat tentara hitam. Bentuk siklus pertamanya (larva) melalui proses metamorfosis menjadi lalat dewasa. Hewan ini mampu mengolah berbagai jenis limbah organik dengan cepat, tidak menyebarkan penyakit, ramah terhadap manusia, tidak menggigit sehingga sangat bermanfaat dan aman untuk dibudidayakan.

Hal itu disampaikan guru besar Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB), Prof. Nurul Isnaini dalam kegiatan sosialisasi dan pelatihan budidaya maggot, Sabtu (15/7/2023). Dia bersama tim pengabdian kepada masyarakat yang terdiri dari Dr. Adelina Ari Hamiyanti, Hanief Eko Sulistyo, MP., dan Aulia Puspita Anugerah Yekti, M.Sc. melakukan kegiatan tersebut di Desa Pandesari dan Desa Wiyurejo, Kecamatan Pujon. Karena kedua wilayah itu adalah sentra peternakan sapi perah di wilayah Malang, namun peternak disana mengalami kendala terkait biaya pakan yang tinggi dan limbah sludge biogas (dari kotoran sapi) yang belum dikelola dengan baik sehingga berpotensi besar menyebabkan pencemaran lingkungan.

Prof. Nurul Isnaini

Prof. Nurul berpendapat budidaya maggot memiliki keuntungan dari berbagai segi. Seperti pemanfaatan limbah sludge sebagai media budidaya, BSF mengandung nutrisi yang baik untuk sapi, serta media bekas budidaya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk sayuran maupun tanaman pakan. Tahapan budidaya larva ini dimulai dari menetaskan telur, memindahkan larva ke media pembesaran yang berupa limbah organik. Lalu pada tahap akhir adalah pemanenan maggot. 

Sementara itu dari segi nutrisi, BSF memiliki kandungan protein dan lemak yang tinggi maka dapat digunakan untuk substitusi konsentrat sapi perah. Langkah pembuatannya adalah setelah proses pemanenan dikeringkan dan digiling hingga menjadi bentuk tepung. Kemudian tepung maggot dapat digunakan sebagai pengganti sebagian konsentrat untuk sapi perah. 

Sedangkan dari segi komersialisasi Aulia Puspita M.Sc. menyampaikan bahwa produk maggot dapat menjadi tambahan pendapatan bagi peternak. Upaya pemasaran dapat dilakukan dengan memanfaatkan marketplace sehingga mampu menjangkau wilayah pemasaran lebih luas dan mengoptimalkan keuntungan yang akan diperoleh.

Selepas pemaparan materi peserta diajarkan praktek budidaya maggot dan teknik pencampuran tepung maggot dalam pakan sapi perah. Mereka didampingi oleh mahasiswa pelaksana Mahasiswa Membangun Desa (MMD) UB  untuk membuat akun di marketplace dan mulai mengisi berbagai produk maggot dalam akun tersebut. 

Kepala Dusun Krajan, Yusha Hikma Manggala menuturkan Pemerintah Desa sangat berterima kasih dengan adanya pendampingan kegiatan seperti ini. Semoga ke depan teknologi budidaya maggot dapat membantu warga Desa Pandesari dan Desa Wiyurejo dalam mengatasi permasalahan limbah yang selama ini masih belum dapat dikelola dengan optimal. (tim/dta/oky/Humas UB)