BIOSCAP, Pupuk Bio Organik dari Limbah Makanan dan Ternak

Tiga mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) yang tergabung dalam PKM-RE Universitas Brawijaya (UB) Abdillah Amirul Saleh, Alya Shofiya, dan Erik Wahyuni di bawah bimbingan Tita Widjayanti SP., M.Si., membuat Pupuk Bio-Organik multifungsi dari limbah makanan dan peternakan dengan campuran konsorsium rizobakteri bernama BIOSCAP.

Pupuk tersebut disinyalir dapat menekan intensitas penyakit hingga mencapai 100 persen serta meningkatkan pertumbuhan tanaman sebesar 11-22% dilihat berdasarkan jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah cabang

Inovasi tersebut dilatar belakangi banyaknya limbah makanan dan peternakan yang semakin menumpuk di tempat pembuangan akhir dan belum dimanfaatkan dengan optimal, seperti cangkang telur, kulit pisang, dan bio-slurry.

Menurut data BPS, produksi cangkang telur di Indonesia mencapai 4.753.382 ton dan produksi kulit pisang di Indonesia mencapai 4.368.394 ton.

Sedangkan bio-slurry merupakan limbah sisa pengolahan biogas yang jarang dimanfaatkan dan hanya menumpuk di dalam septic tank.

Limbah organik yang jarang dimanfaatkan tersebut berpotensi untuk dijadikan pupuk yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

“Penggunaan cangkang telur dapat sebagai sumber kalsum (Ca) dan magnesium (Mg) yang tinggi, kulit pisang dapat sebagai sumber Kalium (K), dan bio-slurry sebagai sumber Nitrogen (N), fosfor (P), dan Kalium (K). Selain itu, BIOSCAP juga mengandung mikroorganisme menguntungkan yaitu Bacillus sp., Pseudomonas sp., Azotobacter sp., Azospirillum sp., dan Aspergillus niger yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produktivitas pertumbuhan,”kata Alya Shofiya.

Selain itu, pupuk BIOSCAP dapat berperan sebagai bioprotektan dan biostimulan yang dapat menekan dan menghambat intensitas serangan penyakit. Pupuk ini telah diuji pada tanaman kedelai yang terinfeksi penyakit Soybean Mosaic Virus (SMV).

SMV dapat menurunkan produktivitas tanaman sebesar 25,48% hingga 93,84%. Penggunaan pupuk BIOSCAP terbukti mampu menekan intensitas penyakit SMV dan meningkatkan produktivitas kedelai.

“Melalui penemuan ini, diharapkan pupuk ini mampu menjadi solusi bagi petani untuk mengatasi penyakit pada tanaman, khususnya soybean mosaic virus pada kedelai,”kata Abdillah selaku ketua tim.