Akreditasi berperan signifikan dalam proses standarisasi, branding dan pengenalan kualitas pendidikan tinggi pada masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D. MedSc saat menyampaikan pandangannya dalam peringatan Hari Jadi ke-30 Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) di Jakarta. Mengusung tema “Mengawal Mutu Pendidikan Tinggi Indonesia” dan dihadiri oleh tokoh-tokoh penting di dunia pendidikan tinggi, seperti Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro selaku Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI yang juga memberi sambutan, Prof. Dr. Khairul Munadi, S.T., M.Eng selaku Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Dr. Ir. Hetifah Sjafudian, M.P.P selaku Ketua Komisi X DPR RI, serta Prof. Ari Purbayanto, Ph.D sebagai Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT. Narasumber yang hadir antara lain: Prof. Dwiwahju Sasongko (Ketua Majelis Akreditasi BAN-PT Periode 2016–2021), Prof. Dr. E.S. Margianti, S.E., M.M (Rektor Universitas Gunadarma), Prof. Dr. Toni Toharudin, S.Si., M.Sc (Kepala LLDIKTI Wilayah III), dan Prof. Dr. Masnun Tahir (Rektor UIN Mataram).
Sebagai salah satu narasumber kunci, Widodo menekankan berbagai aspek penting terkait akreditasi dan pengembangan budaya mutu dalam pendidikan tinggi di Indonesia.”Ada tiga poin penting terkait akreditasi: pertama, akreditasi menjadi bagian penting untuk standarisasi; kedua, akreditasi penting untuk branding; dan ketiga, akreditasi memperkenalkan kualitas pendidikan kita kepada masyarakat,” ujar Prof. Widodo.
Meskipun predikat akreditasi seperti “Unggul”, “A”, “B”, atau “C” menjadi indikator mutu, menurut Widodo, budaya mutu yang berkelanjutan di perguruan tinggi jauh lebih penting. Beliau menyoroti bahwa tantangan terbesar saat ini adalah membangun budaya mutu di tengah masyarakat dan para pemangku kepentingan pendidikan tinggi.
Ia juga menekankan bahwa budaya mutu di perguruan tinggi mencerminkan karakter masyarakat secara umum. “Budaya mutu belum sepenuhnya terbentuk, dan ini tantangan besar bagi kita semua,” jelasnya. Untuk memastikan budaya mutu terjaga, imbuhnya, Universitas Brawijaya memiliki empat satuan yang berperan dalam pengelolaan mutu, yaitu Lembaga Penjaminan Mutu, Satuan Pengawas Internal, Satuan Akuntabilitas Pekerja dan Satuan Reformasi Birokrasi.
Standar akreditasi dari BAN-PT, tambahnya, menjadi langkah penting dalam mempersiapkan program studi untuk meraih akreditasi internasional. Dengan akreditasi nasional dan internasional yang terintegrasi, perguruan tinggi semakin diakui secara global, memudahkan kolaborasi dengan mitra internasional.
Otomasi dan Tantangan Akreditasi di Era Digital
Dalam menghadapi era digital, penggunaan Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online (SAPTO) menjadi tonggak penting yang membuat proses akreditasi lebih efisien dan transparan. SAPTO, menurut Widodo, memiliki tiga manfaat, yaitu Green approach (pendekatan ramah lingkungan), efisiensi waktu dan sumber daya, dan mengurangi beban administratif dosen dalam menyiapkan dokumen akreditasi.
Namun, beliau juga menyoroti kelemahan SAPTO, yakni data yang sering kali tidak diperbarui secara berkala. Solusi yang diperlukan adalah retensi waktu yang lebih fleksibel agar data dapat diklarifikasi secara akurat. Otomasi ini juga membantu mencegah praktik kecurangan dalam penyusunan dokumen akreditasi, atau yang dikenal dengan istilah “Borang: bohong dan ngarang”.
“Dengan sistem otomasi yang menggunakan data faktual seperti SINTA dan pangkalan data Dikti, penyalahgunaan data bisa diminimalkan. Ini sangat keren dan harus terus dikembangkan,” tutur Prof. Widodo.
Akreditasi Internasional sebagai Tolok Ukur Daya Saing
Widodo juga menyambut baik dorongan Kementerian untuk meraih akreditasi internasional sebagai bagian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi. Akreditasi internasional tidak hanya meningkatkan daya saing global, tetapi juga membangun kepercayaan diri dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
Beliau menegaskan bahwa proses ini membawa manfaat jangka panjang karena asesmen dari pihak luar memberikan masukan berharga untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu, akreditasi internasional mempermudah kegiatan pertukaran akademik (inbound dan outbound). “Saya sangat mengapresiasi BAN-PT yang kini mengonversi akreditasi internasional ke akreditasi nasional. Konsistensi terhadap lembaga-lembaga akreditasi yang diakui oleh Kementerian sangat penting dalam mewujudkan budaya mutu yang berkelanjutan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong penguatan budaya mutu dan membawa pendidikan tinggi Indonesia menuju pengakuan global yang lebih luas,” pungkas pria yang pernah memimpin FMIPA UB ini. (VQ)