Berdayakan Potensi Desa Tertinggal, UB Kolaborasi dengan Kemendesa PDTT

Pemanfaatan Ruang Desa Menuju Desa Berdaya: Komitmen Kolaborasi Inovatif Kemendesa PDTT dan Universitas Brawijaya

Tim Pusat Studi Pembangunan Desa Universitas Brawijaya (UB) yang diwakili Dr. Sugiarto, S.T., M.T, Dr. Ir. Atiek Iriany, MS, dan Aris Subagiyo, S.T., M.T mengadakan pertemuan dengan Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan (Dirjen PDP Kemendesa PDTT) Sugito, S.Sos., M.H pada Jumat (21/06/2024). Pertemuan ini diselenggarakan di sela-sela kegiatan peresmian pembangunan sarana prasarana desa dan pengembangan obyek wisata di enam desa di Kabupaten Ponorogo.

Pertemuan ini dilakukan untuk bersama-sama memikirkan, mengidentifikasi, mendudukkan persoalan, serta mencari jalan keluar dan inovasi dalam optimasi pembangunan desa.

Dirjen PDP Kemendesa PDTT sebagai pengemban amanah kebijakan di bidang pembangunan desa dan perdesaan meyakini bahwa desa adalah ujung tombak pembangunan Indonesia. Desa memiliki peran yang sangat sentral meskipun belum sepenuhnya lepas dari isu-isu pembangunan, yakni kemiskinan, keterbatasan infrastruktur, ketimpangan, terbatasnya akses ke layanan kesehatan dan pendidikan, serta dikotomi desa di Jawa dan luar Jawa.

“Secara nasional terdapat 54,68 persen jumlah penduduk miskin yang berada di perdesaan (BPS, 2024). Bisa dibayangkan, jika 75.265 desa yang ada di Indonesia ini semakin diberdayakan, maka dipastikan kedepan Indonesia akan berjaya,” ungkap Sugito.

Secara generik, kebijakan dana desa memberi kesempatan desa untuk mampu membangun pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosialnya. Karakteristik desa dan masyarakatnya yang variatif mendorong beragam inovasi untuk memastikan desa-desa bertumbuh maju dan mandiri, sehingga pada tahun 2025 direncanakan sebuah program “tematik” dalam pembangunan desa.

Istilah “tematik” berangkat dari program generik dana desa yang secara spesifik memberi “keleluasaan” pembiayaan pembangunan desa sehingga pemerintah dan masyarakat bisa mengembangkan desa berbasis sektor wisata, pertanian, peternakan, industri (UMKM), perikanan/pesisir. dan lainnya.

“Ketika desa telah memilih tema tertentu yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, maka harus diikuti bagaimana secara mindset pemerintah dan warga desanya mendukung program tersebut, kelengkapan sarana prasarana mampu mengakselerasi, dan kelembagaannya yang solid berkontribusi,” kata Sugito.

Ia juga menambahkan bahwa membangun desa di Indonesia memerlukan kolaborasi dan sinergi. Setidaknya ada dua faktor utama. Pertama, aspek internal, terdapat lima direktorat teknis dan satu sesditjen yang bisa kolaborasi dalam menuntaskan program unggulan desa pada lokus tertentu. Kedua, aspek eksternal, bahwa Dirjen PDP membuka ruang kerjasama dengan kementerian/lembaga/perguruan tingg/NGO untuk bersama-sama mewujudkan pembangunan yang bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat desa.

UB berkolaborasi dengan Kemendesa PDTT untuk bangun desa tertinggal

Gayung bersambut, Tim Pusat Studi Pembangunan Desa UB menjelaskan bagaimana selama ini telah intens untuk peduli dan membersamai desa melalui tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat.

Dr. Ir. Atiek Iriany, MS mengatakan, UB telah berpengalaman dalam pendampingan dan pemberdayaan desa tematik. Sebagai bukti, desa-desa di sekitar Malang Raya yang menjadi binaan Kampus UB bisa semakin berdaya dengan mengelola potensi desanya. Bahkan, kampus UB berperan aktif dan berkontribusi pada program unggulan Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui “Desa Berdaya”, hasilnya sudah tidak ada lagi desa sangat tertinggal dan desa tertinggal di provinsi ujung Timur Pulau Jawa ini.

Namun berdasarkan data nasional tahun 2023, masih terdapat 15,03 persen desa dengan klasifikasi status IDM (Indeks Desa Membangun) berada pada kategori desa tertinggal dan sangat tertinggal.

“Komitmen dan kolaborasi UB terus bertambah, jejak dan sayap pengabdian membangun perdesaan semakin meluas, beberapa tahun terakhir telah menjangkau hingga ke Nusa Tenggara Barat (NTB), beberapa wilayah kabupaten di perbatasan negara (NTT-Timor Leste), dan kawasan Timur Indonesia lainnya,” papar Atiek.

Pusat Studi Pembangunan Desa UB pada tahun 2024 ini dipercaya oleh Dirjen PDP untuk membantu menyiapkan sebuah “Pedoman Pemanfaatan Ruang Desa” sebagai bagian dari upaya memaksimalkan peran desa untuk mengenali potensi desanya yang menjadi dasar pijakan melangkahkan pembangunan.

“Diharapkan desa bisa memilih tematik desa yang sesuai dan layak dalam pengembangannya. Pemanfaatan ruang desa yang dimaksud bukan sebatas plotting ruang-ruang desa untuk apa fungsinya dengan pendekatan top down, tetapi lebih bersifat bottom up dengan memberdayakan masyarakat. Desa bukan hanya sekedar lokus, bukan pula sekedar teritorial, melainkan desa adalah ruang kehidupan berbasis lingkungan dan kearifan lokal menuju berkelanjutan,” lanjut Atiek.

Dr. Sugiarto melengkapi, bahwa pedoman pemanfaatan ruang desa harus mudah dipahami oleh pemerintah desa dan masyarakatnya, dan tentunya operasional.

“Indonesia memiliki tipologi desa yang beragam, sehingga pedoman ini menjadi dasar yang operasional untuk desa dengan tipologi pedalaman, pesisir, desa di pinggiran kota, desa di kepulauan bahkan desa di wilayah perbatasan negara,” terang Sugiarto.

Dr Atiek Iriany menutup, bahwa Pusat Studi Pembangunan Desa UB telah siap untuk menambah lokasi pilot project kegiatan penyusunan pemanfaatan ruang desa di Provinsi NTB dan NTT untuk membantu memajukan desa di luar Jawa, menambah khasanah dan melengkapi ragam desa dalam pengkayaan material pedoman pemanfaatan ruang desa memanfaatkan jejaring kerjasama UB di kedua provinsi tersebut. [PSPD/Irene]