Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) kembali menunjukkan komitmennya dalam membuka ruang akademik bertaraf internasional dengan menyelenggarakan Visiting Lecturer bertajuk “Good Governance dalam Pengelolaan Wisata Religi” pada Selasa (6/5/2025) di Auditorium Nuswantara FISIP UB.
Kegiatan ini menghadirkan dua akademisi internasional, yakni Prof. Ignacio Ortiz Vila dari Universidad Nacional de Tres de Febrero dan UCEMA Argentina, serta Prof. Dr. Mohd Roslan bin Mohd Nor dari Universiti Malaya, Malaysia.
Prof. Ignacio Ortiz Vila membawakan materi mengenai Argentina’s new foreign policy- liberalism in times of global fragmentation. Dia menjelaskan perubahan-perubahan diplomatik dan kebijakan Argentina di bawah kepemimpinan yang baru.
Sementara, Prof. Dr. Mohd Roslan bin Mohd Nor yang memaparkan pengalaman Malaysia dalam mengelola wisata religi secara berkelanjutan.
Dalam presentasinya, dia menekankan bahwa Malaysia tidak hanya mengembangkan wisata religi sebagai sektor ekonomi, tetapi juga sebagai sarana memperkuat identitas nasional, diplomasi budaya, dan harmoni sosial.
Dia menyampaikan bahwa konsep good governance menjadi pilar utama dalam pengelolaan tempat-tempat religi di Malaysia, termasuk dari aspek pengelolaan dana zakat, wakaf, dan pembangunan infrastruktur yang sensitif terhadap nilai-nilai keislaman.
“Wisata religi di Malaysia tidak hanya difokuskan pada pembangunan fisik seperti masjid atau makam ulama, tetapi juga pada sistem manajemen yang terencana, inklusif, dan mengedepankan partisipasi masyarakat,” jelas Roslan.
Dia menambahkan bahwa pemerintah Malaysia melibatkan banyak aktor, mulai dari lembaga agama, kementerian pariwisata, hingga komunitas lokal dalam proses perumusan kebijakan, yang menunjukkan praktik good governance yang holistik.
Menurut Roslan, keberhasilan Malaysia dalam mengelola wisata religi tidak lepas dari prinsip-prinsip seperti akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi.
“Kami percaya bahwa masyarakat lokal harus menjadi bagian dari narasi sejarah dan budaya, bukan sekadar penonton atau objek wisata,” katanya.
Dia juga menjelaskan banyak situs religi di Malaysia kini telah terintegrasi dengan program edukasi sejarah Islam, pusat informasi multibahasa, dan digitalisasi pelayanan bagi wisatawan.
Moderator dalam acara ini, Restu Karlina Rahayu, Ph.D., menyampaikan bahwa kedua narasumber berhasil menghadirkan perspektif komparatif yang sangat berharga.
“Kita bisa melihat bagaimana negara dengan konteks demografis yang sangat berbeda, Argentina sebagai negara dengan minoritas Muslim dan Malaysia sebagai negara mayoritas Muslim, sama-sama berupaya membangun sistem pariwisata yang berbasis pada tata kelola yang baik,” ujarnya.
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya internasionalisasi kurikulum serta penguatan kolaborasi global yang dilakukan oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UB.
Antusiasme para mahasiswa menunjukkan bahwa isu tata kelola dalam sektor wisata, khususnya yang berbasis nilai-nilai keagamaan, merupakan topik yang relevan dan perlu terus dikaji dari perspektif multidisipliner. (Humas FISIP/Humas UB)