Dosen Fakultas Tekonologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB) Dr. Ir. Anang Lastriyanto, M.Si bersama timnya dari Universitas Pattimura dan Universitas Mataram menjalankan riset pengolahan madu. Selama 3,5 tahun, riset dilakukan dengan pembiayaan dari LPDP (Lembaga pengelola Dana Pendidikan) Republik Indonesia.
Selama masa pandemi COVID-19 kebutuhan madu meningkat pesat, sayangnya setelah pandemi mereda, masyarakat mulai meninggalkan madu. Sehingga stok di tingkat petani menumpuk dan harga di pasaran turun. Ini dipandang Anang menjadi kesempatan untuk pemanfaatan teknologi yang ditelitinya.
Disampaikan Anang, hasil di tahun pertama perbaikan proses pengolahan madu. Di awal penelitian yang berbarengan dengan mulainya pandemi ini dihasilkan alat untuk memanaskan madu atau pasteurizer. Setelah itu dibutuhkan pendinginan yang cepat agar madu tidak basi selama proses pendinginan menggunakan purwarupa berupa vacuum cooler. Menurut Anang, madu yang panas lalu langsung didinginkan tiba-tiba umur simpannya akan lebih panjam. Karena pendinginan yang lama akan membuat mikroba menempel di madu.
“Sudah saya bandingkan dengan mendinginkan sekian mili dengan mili yang sama, di mesin 40 kali lebih cepat,” ungkapnya.
Sedangkan masa simpan, secara teoritis, proses vacuum cooling untuk roti dan sayur yang telah diujikan sebelumnya terbukti lebih panjang. Ini dijelaskan Anang, karena proses pendinginan cepat serta kontaminasi dari udara lebih sedikit.
Di tahun berikutnya, tim mengembangkan miniplan penggabungan proses pasteurisasi dan pendinginan vakum. Ternyata penggabungan dua tahap ini memunculkan dua keuntungan baru yakni pengurangan buih madu saat disimpan bahkan hilang sama sekali serta pengurangan kadar air. “Pemanasan dengan pendinginan cepat ternyata menghilangkan buih, jaminan prosesnya jadi cepat kan, terus tambah lagi, selama proses ini airnya berkurang, sehingga ada 4 in 1,” tambahnya.
Dijelaskan Anang kelemahan proses pemanasan madu secara tradisional, untuk menghilangkan buih ada tambahan air selama proses dan tidak menjamin kualitas. “Kalau buih tidak hilang ya terus dipanasi,” ujarnya menerangkan proses pengolahan madu secara tradisional.
Inovasi 4 in 1 merupakan capaian tahun kedua dari temuan Anang bersama tim, yang terdiri dari pemanasan, pendinginan cepat, menghilangkan buih serta mengurangi kadar air. Inovasi ini sudah dipublikasikan di majalah Trubus, majalah LPDP, buku 100 Inovasi Indonesia dan jurnal internasional.
Inovasi ini berlanjut ke diversifikasi madu dari madu cair ke madu bubuk di tahun ketiga. Madu cair sifatnya susah dibersihkan, susah dicampur. “Kalau bubuk misal bisa dicampur susu bubuk,” terangnya.
Riset ini menginisiasi produk-produk lain menjadi bubuk, kombucha, kuning telur, ekstrak ikan gabus (albumin).
“Nanti hasil penelitian ini prospeknya luas sekali karena alatnya bisa dibuat sendiri oleh orang Indonesia,” pungkasnya. [sitirahma]